Tuesday, October 26, 2010

Menjinakkan Limbah Berbahaya

Limbah B3 pun ternyata masih
bisa menghasilkan uang. Limbah cairan cuci cetak film (fixer), bila bisa
memprosesnya, masih bisa menghasilkan perak murni. Selain fixer, limbah negatif
film pun bisa diolah hingga menghasilkan perak. Cuma persoalannya, untuk bisa
mengolahnya, memang memerlukan pengetahuan proses kimia yang memadai.
Maklum proses ini
melibatkan bahan-bahan kimia yang berbahaya dan beracun.

Adalah Soeyanto, warga
Surabaya,
yang telah 20 tahun menekuni bisnis ini. Awalnya, sebagaimana dikisahkan tabloid
Kontan, Soeyanto belajar dari seorang temannya bernama Suko. Setelah merasa bisa,
mulailah ia merintis usaha sendiri. Ketika memulai usaha itu, dia memperoleh
fixer secara gratisan, karena bahan ini memang menjadi persoalan bagi pengusaha
cuci cetak film. Dibuang sembarangan bisa membahayakan lingkungan, dan mereka
tidak harus diapakan. Meski sudah berbekal pengetahuan dari temannya, Soeyanto
masih juga melakukan berbagai percobaan untuk mendapatkan metode pengolahan
limbah yang tepat, yakni yang: efisien, sekaligus tidak membahayakan bagi diri
dan lingkungannya.

Proses pengolahan dari negatif
film yang berasal dari percetakan untuk diambil peraknya, dimulai dengan
membakar negatif itu hingga jadi abu. Soeyanto menggunakan drum berlobang untuk
membakar film itu. Kemudian abunya dimasak dengan asam nitrat (HNO3) untuk
memisahkan karbonnya. Satu kuintal abu film memerlukan HNO3 sebanyak 2,5 liter.
Pemasakan berlangsung selama 2 jam terus disaring. Selanjutnya yang diproses
justru cairan hasil saringannya, bukan ampasnya.

Cairan itu diendapkan dengan
asam klorida (HCl), sehingga menghasilkan endapan lumpur putih bernama perak
nitra
(Ag NO3). Lalu ditambahkan larutan seng (Zn) pada perak nitrat itu
sehingganitrat akan bereaksi dengan seng sehingga menguap. Tinggallah perak
murni yang siap diolah lagi.

Pengolahan fixer sedikit berbeda.
Cairan fixet
itu diendapkan terlebih dahulu dengan asam belerang. Endapannya disaring dengan
kain kemudian cairan lumpurnya dibakar. Setelah cair ditambahkan seng untuk
memisahkan natrium datri peraknya. Seng dan natrium mengambang di atas dan
peraknya di bawah. Setelah dingin lumpur dimasukkan ke air agar pecah. Sampai di
sini belum diperoleh perak murni. Lumpur tadi masih harus dibersihkan dengan
boras dan direndam air sehingga menghasilkna butir-butir perak yang menyendiri.
Perak yang dihasilkan Soeyanto ini ternyata lebih bagus.

Untuk bahan baku,
Soeyanto membeli film dengan harga Rp 10.000 per kuintal. Sedangkan harga fixer
lebih bervariasi, tergantung penjualnya. Kisarannya mulai dari Rp 2.500 sampai
Rp 25.000 per liter. Dari satu kuintal negartif film bisa dihasikan 1 kg perak
murni. Sedangkan dari fixer, untuk memperoleh 1 kg perak, paling tidak
dibutuhkan 50 liter fixer. Dalam satu bulan rata-rata Soeyanto menghasilkan 8 kg
perak dari fixer dan 6 kg perak dari film, sehingga total dia menghasilkan 14 kg
perak. Bila harga perak
Rp1.400 per gram maka dalam sebulan Soeyanto memperoleh penghasilan kotor
sebesar hampir Rp 20 juta. Tentu saja angka itu harus dikurangi dengan pembelian
bahan baku dan bahan pemroses yang juga tak kalah mahalnya.

Begitulah Soeyanto
yang mahir bermain dengan limbah berbahaya.

Didik S.

1 comment:

ferdinand said...

gan...
ane mau nnya ne...
1.drum berlubang itu yang di gunakan tuk pembakaran film negatif itu memakai lobang di atas apa di atas dan bawah???
2.(Kemudian abunya dimasak dengan asam nitrat (HNO3) untuk
memisahkan karbonnya. Satu kuintal abu film memerlukan HNO3 sebanyak 2,5 liter.
Pemasakan berlangsung selama 2 jam terus disaring.) ini maksudnya apa gan???
di bakar apa di rebus???
3.saringan yang digunakan apaan gan,yg bercelah tipis atau bercelah lebar??
4.(larutan seng (Zn) pada perak nitrat) ini maksudnya apa gan???
apakah di bakar cara pemcampurannya atau di aduk tampa di bakar cara pemcampurannya???